Homo Deus: dari Gandum ke Data (1)

Saat saya menulis review tentang buku Sapiens: A Brief History of Humankind yang ditulis oleh Yuval Noah Harari, muncul pertanyaan-pertanyaan ke saya pribadi, baik mengenai idenya maupun mengenai pribadi saya sendiri. Sekalipun di dua tulisan saya tersebut belumlah seluruhnya, hanya mengenai dua revolusi penting umat manusia saja (Revolusi Kognitif dan Revolusi Agrikultur), namun sudah cukup menimbulkan pertanyaan yang sedikit banyak membuat saya ragu untuk melanjutkan pembahasan mengenai buku tersebut. Mungkin ada baiknya kita membuka langsung buku tersebut dan bersama-sama menyelami masa lalu dengan sudut pandang yang ‘agak nakal’.

Pada tulisan kali ini saya akan langsung membahas buku Yuval selanjutnya, yakni Homo Deus: A Brief History of Tomorrow. Dari judul sepertinya kita telah dapat menduga isi dari buku tersebut. Berbeda dengan Sapiens yang bercerita yang sudah-sudah (walaupun di akhir buku sudah mulai dibawa perenungan tentang masa depan), buku ini lebih banyak bercerita tentang kemungkinan di masa depan. Sekalipun mirip dengan buku-buku ramalan, namun Yuval memberikan sesuatu yang sudah mulai kita rasakan sekalipun belum di titik klimaksnya. Ini adalah ide yang luarbiasa, semoga Anda bersedia membaca tulisan ini.

Setelah selesai membaca, saya mendapatkan tiga poin penting yang ingin disampaikan oleh Yuval dalam buku Homo deus;

  1. Memperbarui agenda besar manusia.
  2. Organisms are alghoritms.
  3. Kebangkitan dari ‘Dataisme’.

Pada tulisan ini kita akan membahas tentang umat manusia yang memperbarui agendanya. Pada tulisan selanjutnya kita akan membahas poin 2 dan 3. Selamat membaca!


Selama berabad-abad sejak kemunculan pertama Homo sapiens, kita dapat memunculkan tiga persoalan utama yang dihadapi oleh tiap individu; kelaparan, wabah penyakit, dan perang. Ketiga persoalan ini menjadi ‘persoalan’ karena merupakan faktor yang dapat merenggut nyawa manusia dalam skala besar. Jika anda mempunyai ide lain, silakan untuk dibagikan.

Kelaparan

Kita mulai dari kelaparan, bencana ini mulai ada di sejarah manusia sejak Revolusi Agrikultur. Manusia mulai menaruh seluruh harapannya pada gandum dan ternaknya. Kehidupan manusia di masa depan tergantung pada gandum dan ternak tadi, sehingga apabila datang ketidak-beruntungan, seperti gagal panen, cuaca yang tidak menentu, atau faktor lain yang menyebabkan investasi pada pertaniannya tidak dapat dikonsumi, maka saat itulah bencana terjadi. Kelaparan telah merenggut 15 persen populasi Prancis pada masa Louis XIV (1692-1694), The Great Famine of Estonia merenggut 70.000 – 75.000 warga Estonia dan Livonia, dan bencana lainnya. Bencana kelaparan tadi disebabkan oleh faktor alam, seperti cuaca dan iklim.

Sekarang dengan perkembangan teknologi dan ekonomi, bencana kelaparan yang masih ada mayoritas bukan lagi disebabkan alam, tetapi disebabkan situasi politik. Negara-negara terbelakang adalah salah satu contoh korban akibat kebijakan-kebijakan poitik. Namun, dengan perkembangan tadi muncul masalah lain yang bersebrangan dengan kelaparan yaitu kelebihan makanan. Pada 2014 tercatat 2,1 milliar orang mengalamai overweight berbanding dengan 850 juta yang mengalami malnutrisi. Apabila kelaparan dan malnutrisi yang menyebabkan kematian digabungkan maka kita akan mendapatkan angka 1 juta orang, sedangkan kematian yang disebabkan obesitas mencapai 3 juta.

Wabah penyakit

blackdeath

Ilustrasi dokter yang menggunakan pakaian khusus saat wabah Black Death (www.thesun.co.uk)

Persoalan selanjutnya setelah kelaparan adalah wabah penyakit. Satu yang paling terkenal mengenai bencana ini adalah Black Death sekitar tahun 1303 yang disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis. Wabah ini menyerang hampir seluruh Asia, Eropa, dan Afrika Utara dengan kematian antara 75 juta hingga 200 juta jiwa, Black Death bukan satu-satunya wabah penyakit yang pernah ada. Banyak wabah terjadi karena pendatang yang membawa bibit sehingga menyebabkan penduduk asli yang tidak memiliki imunitas terhadap bibit tersebut terserang dan menyebar di daerah tersebut. Pertumbuhan penduduk yang pesat ditambah kemudahan transportasi menyebabkan wabah penyakit menghantui umat manusia di berbagai tempat.

Pada abad ke -20, perang melawan invisible army ini menemui titik cerah bagi manusia melalui kemajuan pengobatan, berupa vaksinasi, antibiotik, peningkatan higienitas, serta infrastruktur kesehatan. Wabah tetap hadir, hanya saja invisible army tersebut harus berpacu dengan WHO atau lembaga lain yang berupaya untuk mengehentikan sesegera mungkin penyebaran wabah tersebut. Beberapa kemengan melawan potensi invisible army yang tercatat adalah SARS (2003), flu burung (2005), dan Ebola (2014). Terdapat satu tantangan besar hingga kini yang berbeda dari yang lain, yakni AIDS. Namun, bukan hanya AIDS, seperti persoalan kelaparan, usaha untuk menyelesaikan perang melawan wabah penyakit menimbulkan problema baru. Bioteknologi yang digunakan untuk mengidentifikasi wabah dapat berpotensi untuk digunakan pihak-pihak seperti teroris ataupun militer untuk dijadikan alat. Sehingga penyakit-penyakit di masa depan akan hadir jika manusia sendiri yang menghadirkannya.

Perang

Persoalan terakhir adalah perang manusia dengan sesamanya. Hampir sama dengan dua persoalan tadi yang sudah muncul sejak kehadiran pertama Homo sapiens terlebih lagi saat Revolusi Agrikultur, perang selalu hadir dalam sejarah manusia. Minimal ada dua perang besar yang kita sama-sama ketahui melibatkan jumlah yang besar. Usaha untuk mengurangi kemunculan perang terbilang cukup sukses dalam artian perang secara fisik.

Perkembangan kita sekarang menunjukkan bahwa sekalipun minyak dan emas memiliki nilai yang tinggi, namun kekayaan yang lebih nyata adalah pengetahuan. Kita dapat melihat bagaiman perang dingin antara dua superpower, definisi perang kini telah bergeser. Sekalipun terorisme masih menyebar di beberapa daerah, jumlah korban jiwa mencapai 7.697 orang, bandingkan kembali dengan obesitas yang telah disebutkan sebelum ini.

Agenda baru

Kelaparan, wabah penyakit, dan perang tidaklah benar-benar hilang dari permukaan bumi, masih terdapat warga bumi yang mengalami busung lapar, AIDS, atau menderita karena di kawasan perang. Kita masih tetap mengalami ketakutan terhadap tiga persoalan ini, setidak sampai saat ini. Untuk itulah para saintis, ekonom, dokter, dan politisi mengerahkan tenaganya menghadapi tiga persoalan ini.

Pencapaian yang telah disebutkan di atas dalam hal mengurangi jumlah korban di tiap momennya menjadi harapan bagi umat manusia. Kita menyadari bahwa kita tidak bisa lagi menyalahkan alam serta merta, tetapi yang diperlukan adalah usaha lebih di bidang teknologi, kesehatan, dan juga kebijakan-kebijakan. Tiga persoalan tersebut belum benar-benar hilang, tetapi yang pasti adalah berkurang secara signifikan.

When humankind posseses enormous new powers, and when threat of famine, plague and war is finally lifted, what will we do with ourselves? What will the scientist, investors, bankers, and president do all day? Write poetry?

Lalu apa yang menjadi agenda selanjutnya? Tiga persoalan tadi menjadi ‘persoalan’ karena menyangkut dengan kehidupan. Dengan mengangkat kekhawatiran dari tiga pesoaalan tersebut, kita dapat beralih fokus kepada bagaimana dapat melawan usia tua bahkan melawan akhir itu sendiri, agenda bagaimana men-upgrade Homo sapiens menjadi Homo deus.

Mengenai kematian, ini sangat sensitif, dimulai dari ide bahwa apabila kita sudah mengetahui penyebab-penyebab dari kematian mungkin suatu saat kita dapat memetakan keseluruhan kemungkinannya, berarti kita juga dapat melakukan antisipasi menyeluruh terhadap kemungkinan tersebut. Selain itu, sebagaimana kehidupan pada umumnya yang seperti kita ketahui adalah persoalan teknis yang dapat dijelaskan seluruhnya suatu saat, maka kita kematian juga perkara teknisyang seharusnya tiap masalah teknis memiliki solusi teknisnya sendiri. Kanker dapat diatasi dengan kemoterapi, kuman pada paru-paru dapat dimusnahkan dengan antibiotik, jantung yang tidak memompa dapat diberikan kejut atau diganti dengan buatan.

Mungkin ini terlihat seperti terlalu menyederhanakan, namun ini memberikan kita kepastian kenapa harus menginvestasi lebih banyak terhadap penelitian kanker, genetik, dan nanoteknologi. Menaklukkan usia tua saja tidak cukup, kita masih butuh faktor-faktor lain seperti kebahagiaan dan kemampuan memanipulasi lingkungan.

Saya rasa cukup sampai disini dulu. Ternyata lebih mudah membahas masa lalu daripada kemungkinan di masa depan.


homodeusTulisan ini merupakan review singkat mengenai buku berjudul Homo deus: A Brief History of Tomorrow karangan Yuval Noah Harari tahun 2015 yang mendapatkan berbagai penghargaan seperti buku pendahulunya. Buku yang menarik dan cukup kontroversial, memberikan asupan terhadap sudut pandang yang baru dan ide-ide yang tajam.

Leave a comment